Bupati Jember Didesak Pidanakan Pelaku Raibnya Ratusan TKD di Jember
Jember,PN – Setelah hampir setahun kepemimpinan Muhammad Fawait menjadi bupati Jember, urusan raibnya lebih dari 300 hektar Tanah Kas Desa (TKD) di kabupaten Jember, Jawa Timur yang kini diduga dikuasai 2 perusahaan perkebunan swasta secara gratis ,yaitu PT. Wilansari dan PT. Kaliputih tak juga mendapat respon.
Malahan, Adi Wijaya, kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Jember yang terlibat dalam perkara itu bukannya diberi sanksi, malah mendapat jabatan empuk, sebagai Asisten Pemerintahan dan kesejahteraan Rakyat.
BACA JUGA : rangkaian-bunga-desaku-cantik-di-kecamatan-silo/
Ihwal kabar raibnya 300 hektar TKD di Jember diungkap Moh. Husni Thamrin, aktifis dan advokat di Jember. Thamrin mendesak Fawait dan Aparat Penegak Hukum (APH) diminta tidak tutup mata.
“Bupati harus tanggung jawab, ini (TKD) ada dibawah tanggungjawabnya”, “dalam perkara ini pihak-pihak yang terlibat harus diusut, dipidanakan”, ujarnya.
BACA JUGA : dilaporkan-ke-aphkades-kaliglagah-sumberbaru-jember-bantah-selewengkan-dana-desa/
Ditambahkan Thamrin, DPMD, 21 kepala desa dan BPN terlibat, “ada aliran uang yang diterima para kepala desa, ada tindak pidana korupsi”.
Sebelumnya dikabarkan, sekitar 300 hektar TKD yang menjadi aset desa 21 desa di 2 kecamatan di kabupaten Jember, Jawa Timur telah dibuat bancakan oknum pejabat DPMD) Jember dan dialihkan menjadi milik perusahaan perkebunan swasta.
Lahan TKD seluas seluruhnya lebih dari 300 hektar itu tercatat milik 12 desa-desa di kecamatan Sukowono yang lokasinya ada di kecamatan Sumberjambe dan desa-desa yang ada di kecamatan Sumberjambe.
Sementara itu, sebuah sumber menyebutkan, TKD itu tidak dilepas gratisan, “telah ditukar guling dan menjadi aset desa”, terangnya. Kabar itu sontak ditepis Thamrin, “bisa ditelusuri, tukar guling itu fiktif”, “desa-desa yang TKD-nya diambil alih hanya diberi dana CSR Rp.40 juta, kepala desanya hanya diberikan uang tutup mulut Rp.10 juta”, tegasnya.
BACA JUGA : parkir-gratis-populisme-murah-yang-mahal-biayanya/
Pelepasan tanah aset desa regulasinya ditentukan dalam Permendagri nomor 1 tahun 2016 yang telah di rubah Permendagri nomor 3 tahun 2024, disebutkan pemegang penguasaan aset dan wewenang yaitu kepala desa. Namun mendapat persetujuan bupati dan gubernur.
Tahun 1979 kabarnya ada kesepakatan tukar-menukar TKD, tetapi baru tanggal 14 Agustus 2024 TKD itu di coret dari buku daftar aset desa. Pelepasan, tukar guling atau peralihan hak TKD ke pihak lain, prosedurnya panjang, harus ada musyawarah desa, ada ijin bupati, harus dibentuk panitia dan terakhir wajib mendapat persetujuan gubernur.
Raibnya ratusan hektar tak hanya melanggar peraturan perundang-undangan, “juga menimbulkan kerugian negara dan ada tindak pidana korupsinya”, “bupati harus bertanggungjawab, pihak-pihak yang terlibat harus diseret secara pidana. Ratusan hektar aset des aitu harus ditarik Kembali dari perusahaan swasta yang mendapatkan secara gratisan”, terang Thamrin.
Penulis : M.T