Belanja Politik Bupati Menjadi Biang APBD Jember 2024 Stagnan Dan Berpotensi Korupsi
Jember,PN – Memasuki tahun politik, belanja politik bakal calon bupati petahana (incumbent) kabupaten Jember, Hendy Siswanto disinyalir menjadi biang penyebab APBD Kabupaten Jember 2024 mengalami stagnan, karena potensi korupsinya jelas.
Hal itu terjadi akibat sejak 1 Januari 2024, Hendy Siswato selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) terindikasi kuat mengabaikan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor: 16 tahun 2021 juncto Perpres Nomor: 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Menurut Moh. Husni Thamrin, salah satu pegiat anti korupsi di kabupaten Jember, “banyak penggunaan anggaran dalam APBD Kabupaten Jember tahun 2024 yang harusnya digunakan untuk mensejahterakan rakyat, malah dipakai untuk kepentingan politik menjelang Pilkada 27 November 2024 mendatang”, ujarnya.
Tak hanya itu, ironisnya pengeloaan APBD ini diduga sangat kuat melanggar aturan perundang-undangan yang ada. Salah satunya Pengelola PBJ yang dinilai tidak kompeten karena tidak memiliki sertifikast yang sesuai dengan jabatannya,”tegas Thamrin.
Dijelaskan Thamrin , jumlah total belanja politik sungguh besar yang mencapai Rp 225, 68 miliar. “kalau tidak percaya, silahkan cek di APBD Jember Tahun 2024”, “belanja APBD uang ditengarai untuk kepentingan politik incumbent”, ujarnya.
Menurut Thamrin, yang dikategorikan belanja politik incumbent diantaranya, belanja hibah sejumlah Rp 59,8 miliar, bansos Rp 6,69 miliar, kemudian belanja barang, jasa yang diserahkan kepada masyarakat Rp 21,40 miliar, penyelengaraan acara atau berupa event sebesar Rp 23.3 miliar dan belanja modal lainnya sebesar Rp 114,3 miliar,”bebernya.
Belanja untuk kepentingan politik itu berpotensi akan menimbulkan masalah hukum dibelakang hari, “apalagi jika petahana nantinya tidak mendapat tiket dari partai-partai pemilik kursi di DPRD Jember”, “potensi bermasalah hukum semakin jelas”, urai Thamrin.
Apalagi belanja politik incumbent tahun 2024 yang dianggarkan dalam APBD yang ponsial bermasalah, antara lain belanja hibah sebesar Rp.59,6 miliar yang tidak sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019 jo Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 jo Peraturan Bupati Jember Nomor 65 Tahun 2021.
“Ini terdistribusi pada Organisasi Perangkat Daerah (OPD), dengan rincian Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Perkebunan (TPHP) sebesar Rp.3,85 miliar, Dinas PU Bina Marga dan Sumber Daya Air sebesar Rp.48,11 miliar, Diskominfo Rp.4 miliar, Dinas pendidikan Rp.3 miliar,”jelas Thamrin.
Belanja bansos sebesar Rp.6,69 miliar yang tidak sesuai dengan PP 12 Tahun 2019 jo PMDN Nomor Tahun 2020 jo Perbup Nomor 65 Tahun 2021 terdistribusi pada perangkat daerah, antara lain pada Dinas Tenaga kerja dan Dispesmasdes.
Uraian belanja hibah lainnya ada pada Dinas TPHP, berupa Curing Tunnel Tembakau sebesar Rp.2,7 miliar, kemudian belanja hibah jalan usaha tani sebesar Rp.150 juta. Belanja hibah pada Diskominfo dengan uraian Belanja Paket internet Rp 2,35 miliar.
Belanja hibah pada Dinas PUBMSDA dengan rincian peningkatan Jalan Kemiri Tenggiling, Darungan sebesar Rp 4,947 miliar, peningkatan jalan Sidodadi-Glantangan Rp.6,16 miliar, peningkatan jalan Nogosari-Renteng Rp.5,279 miliar, peningkatan jalan Gambirono-Karangsono Rp.4,365 miliar, peningkatan Jalan Mumbulsari, peningkatan jalan Andongrejo- Bandealit sebesar Rp 19,4 miliar.
Thamrin juga merinci belanja hibah bansos Rp.6,694 miliar pada Dinas Tenaga Kerja, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa berupa belanja iuran BPJS Ketenagkerjaan untuk RT/RW se-kabupaten Jember sebesar Rp.2,5 miliar, iuran jaminan kesehatan pada kepala desa dan perangkat desa sub kegiatan pembinaan peningkatan kapasitas aparatur pemerintah desa sebesar Rp.3,849 miliar. Kemudian barang/jasa yang diserahkan ke masyarakat sebesar Rp.21, 4 miliar juga tidak sesuai dengan ketentuan. Ada tujuh syarat wajib yang harus dipenuhi, yaitu ada di RPJMD, ada di RKPD, ada di renstra OPD, ada Perbup KSOTK OPD.
“Barang habis pakai tersebut sebagai barang yang diserahkan ke masyarakat dianggarkan setelah ada estimasi sisa persediaan barang tahun sebelumnya, pelanggaran 7 syarat tersebut tersebar di OPD Bagian Prokopim, bagian kesra, bagian umum, dinas lingkungan hidup, DinasTPHP, BPBD, Bagian Pengadaan Barang dan jasa, Inspektorat dan Dinas Pendidikan,” tegasnya.
Lebih rinci, Thamrin menerangkan, belanja barang/jasa yang diserahkan kepada masyarakat pada Bagian Kesra Rp. 9,13, BPBD sebesar 1,29 miliar, Dinas Lingkungan Hidup sebesar Rp.0,14 miliar, Dinas Pendidikan Rp.0,87 miliar, Bagian PBJ Rp.0,67 miliar, Bagian prokopim Rp.0,12 miliar, bagian umum Rp.1,42 miliar, inspektorat Rp.0,41 miliar.
Jasa penyelenggara acara/event kegiatan sebesar Rp.23,2 miliar.
Banyak anggaran yang diselundupkan dalam kegiatan pengadaan barang dan belanja honor-honor di dalam jasa EO, “jasa EO tersebut diduga dikendalikan oleh kroni, anak, mantu, ponakan bupati lewat berbagai bentuknya”, tegas Thamrin.
“Bupati selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) telah melakukan Pembiaran pelanggaran hukum sejak 1 Januari 2024”, “pengangkatan pejabat pengadaannya patut diduga keras melanggar Perpres Pengadaan Barang dan Jasa. Terutama kepala UKPBJ sebagai pejabat fungsional tidak memiliki sertifikat kompetensi sebagai kepala UKPBJ. akibatnya seluruh pekerjaan, baik yang dilelang, maupun melalui Penunjukan Langsung (PL) di semua OPD se kabupaten Jember potensi illegal dan potensi fraud dan korupsi,”ungkapnya.
Laporan : mj/tm