Anggaran DBHCHT 2023 Di duga Jadi Bancakan Korupsi Pejabat Dinas Tanaman Pangan Jember
Jember, PN – Penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam Pembangunan Pabrik Pupuk dan alih fungsi lahan oleh Dinas Tanaman Pangan dan Hortukultura Kabupaten Jember yang didanai melalui anggaran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang dilaporkan advokat Moh. Husni Thamrin ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menggelinding.
Bareskrim dikabarkan melimpahkan penanganan perkaranyanya kepada Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim). Kamis (16/5/2024) lalu, santer dikabarkan Polda Jatim telah menurunkan tim untuk melakukan penyelidikan dan olah tempat kejadian perkara (TKP) di lokasi pembangunan pabrik pupuk yang dibiayai dari anggaran DBHCHT di kecamatan Ajung, Jember.
Dalam perkara itu, Thamrin juga mengadukan Bupati Jember Hendy Siswanto, Kepala Kantor Pertanahan Jember Akhyar Tarfi dan kepala dinas Tanaman Pangan Imam Sudarmaji atas dugaan secara bersama-sama melakukan tindak pidana Tata Ruang, Lingkungan, Perizinan, dan korupsi dalam pembangunan pabrik pupuk pada Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura dan Perkebunan Kabupaten Jember ke Bareskrim Mabes Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (29/4/2024) lalu.
Seperti diberitakan, kabupaten Jember pada tahun 2023 mendapat kucuran DBHCHT sebesar Rp.105 miliar yang disalurkan melalui dinas Tanaman Pangan sebesar Rp.43 miliar. Dari anggaran puluhan miliar itu dialokasikan untuk pembangunan pabrik pupuk sebesar Rp. 21.758.879.900. Selebihnya dikucurkan untuk pengadaan sarana prasarana dan kantor Pabrik Pupuk Organik.
“Yang mencurigakan lagi, sebagian dipakai untuk pembelian mobil Grand Max 2 unit Rp 605.172.000, pembelian dump truk Rp 650.000.000, pembelian truk lagi Rp 515.689.700, beli Mobil Hiluk 2 unit Rp 1.154.400.000, termasuk beli Sound sistem untuk karaoke Rp.228.895.800”, tegas Thamrin.
Menurut Thamrin, Pembangunan pupuk itu diduga selain tanpa AMDAL dan studi kelayakan, proyek pabrik pupuk juga tidak berdasarkan pengkajian mendalam dalam bentuk perda masterplan atau perda rencana induk pertanian.
“Smestinya hal-hal yang berkaitan dengan perubahan arah kebijakan pembangunan pertanian didahului pengkajian mendalam yang melibatkan petani dan pelaku industri pertanian”, “membangun pabrik tanpa pijakan dasar hukum yang jelas berpotensi merugikan keuangan negara”, ujarnya.
Lebih jauh diterangkan, anggaran sebesar Rp.21,7 miliar itu lalu dipecah-pecah menjadi 10 item kegiatan. Hasil insvestigasi tim kami, kegiatan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (Solar Cell) dikerjakan oleh PT. SP JA dengan nilai kontrak Rp.3.870.183.470 dilakukan dengan menggunakan praktek pinjam bendera dan tender pura-pura (Quasi Tender) lewat pengaturan dibawah pengendalian dan pengaruh langsung/tidak langsung yang dilakukan oleh Ketua UKPBJ saat itu.
Belanja bak penampung sebanyak 26 paket dengan total nilai anggaran Rp.1.395.000.000, diduga juga melanggar ketentuan tentang Belanja Hibah.
Selain itu, untuk pengadaan forklift Rp.200.000.000, “untuk membangun gedung pabrik pupuk sebesar Rp 8.130.359.600 dan pengadaan bahan baku pupuk organik dan bak pupuk sebesar Rp.2.045.000.000”, ujarnya.
Untuk pengadaan alsintan berupa cultivator Rp 1.325.000.000, traktor Rp 990.000.000, pompa air Rp.280.000.000, power sprayer Rp.180.000.000, mesin rajang Rp.90.000.000, kendaraan bermotor roda 3 Rp. 2.471.326.200, sarana produksi berupa insektisida Rp.288.000.000, pupuk KNO3 Rp.2.520.000.000, pupuk NPK Rp.9.769.296.000, pengering tembakau kasturi (curing tunel) RP.3.425.000.000, gudang pengering tembakau Rp.2.885.000.000, jaringan irigasi Rp.2.400.000.000, jalan usaha tani Rp.600.000.000, pengolahan pupuk organik Rp.417.500.000, sekolah lapang petani Rp.892.578.074, pendamping mutu Rp.162.000.000, pendampingan studi banding petugas dan EO Rp.734.967.500 dan pendampingan mamin rapat Rp.220.540.000, ”total anggaran Rp.43.180.724.874”, pungkasnya.(**)