Diduga Palsukan Surat Penyidik Polres, BPOM Diadukan Ke Polres Jember
Jember,PN – Setelah permohonan praperadilannya ditolak Pengadilan Negeri Jember, EDW yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melanggar Pasal 436 ayat (1) dan (2) jo. Pasal 145 ayat (1) dan (2) UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Kamis (22/5/2025) melalui kuasa hukumnya Moh. Husni Thamrin dan Kurniawan Nurahmansyah mengadukan kepala Balai dan penyidik Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di Jember ke Kepolisian Resort Jember.
Dalam pengaduannya, Thamrin menyebutkan kepala dan penyidik BPOM di Jember diduga memalsukan surat Kapolres Jember sebelum memulai penyidikan terhadap kliennya, “kabarnya tanggal 16 Desember 2024 BPOM Jember mengirim surat Nomor: R-PD.03.03.20B.12.24.1049.SPDP Perihal Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Kepala Kejaksaan Negeri Jember melalui Kepala Kepolisian Resort Jember u.p Kepala Satuan Reserse Kriminal.
“Surat itu bertentangan Pasal 14 ayat (2) Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana yang di dalam “konsiderans”nya tidak mencantumkan ada “Surat Perintah Penyidikan” sebagai “dasar penyidikan”, terangnya.
Dalam Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010 tentang Manajemen Penyidikan Oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Pasal 21 ayat (1) menyebutkan “Dalam hal dimulainya penyidikan, PPNS wajib terlebih dahulu memberitahukan dimulainya penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Polri dengan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP), kecuali undang-undang menentukan lain”. Ayat (3) “SPDP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah diteliti kelengkapannya, diteruskan oleh Penyidik Polri kepada Penuntut Umum dengan surat pengantar dari Penyidik Polri”.
Dijelaskan, akibat dari terbitnya SPDP Nomor: R-PD.03.03.20B.12.24.1049.SPDP tanggal 16 Desember 2024 mengakibatkan ditetapkan sebagai Tersangka diduga melakukan tindak pidana melanggar Pasal 436 UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Tak terima ditersangkakan, Thamrin kemudian mendaftarkan permohonan praperadilan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jember terhadap BPOM dan Kapolres Jember sebagai termohon praperadilan dengan register perkara Nomor: 04/Pid.Pra/2025/PN Jmr;
Yang mengejutkan, dalam jawaban tanggal 5 Mei 2025, Kapolres Jember mengaku tidak pernah dilibatkan dalam proses penyelidikan maupun penyidikan perkara yang sedang ditangani BPOM. “, “fakta hukumnya tidak pernah ada surat resmi dari Termohon 1 kepada Termohon 2 terkait permintaan bantuan penyidikan dalam perkara dugaan tindak pidana yang ditangani oleh Termohon 1”, terang Thamrin yang mengutip jawaban Kapolres Jember dalam dupliknya.
Pernyataan senada diungkap Karuniawan, dalam Perkap Nomor 6 Tahun 2010 tentang Manajemen Penyidikan Oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Pasal 21 ayat (1) disebutkan “dalam hal dimulainya penyidikan, PPNS wajib terlebih dahulu memberitahukan dimulainya penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Polri dengan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP), kecuali undang-undang menentukan lain”. Ayat (3) “SPDP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah diteliti kelengkapannya, diteruskan oleh Penyidik Polri kepada Penuntut Umum dengan surat pengantar dari Penyidik Polri”.
SPDP yang dibuat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), termasuk penyidik BPOM wajib ada surat pengantar dari penyidik Polri, “kalau ternyata Kapolres Jember mengaku tidak pernah dimintai bantuan penyidikan dan tidak pernah dilibatkan”, “diduga SPDP yang dibuat BPOM ada pengatar dari penyidik Polri yang palsu atau dipalsukan. Kalau benar ada surat palsu, itu sudah pidana yang diancam dengan pasal 263 KUHPidana”, tegasnya. ( MH)