Parkir Gratis, Populisme Murah yang Mahal Biayanya

Jember,PN – Keputusan Bupati Jember untuk menggratiskan parkir di seluruh wilayah kabupaten mungkin terdengar heroik di telinga publik.

Namun di balik kebijakan yang tampak “pro-rakyat” ini, tersembunyi problem serius yang berpotensi menggerus logika anggaran dan tata kelola pemerintahan yang sehat.

Pada tahun 2024, target retribusi parkir sebesar Rp19,8 miliar hanya tercapai sekitar 1,3 miliar atau 6 persen dari target. Ini bukan sekadar kegagalan teknis, tapi sinyal kuat adanya kebocoran sistemik.

BACA JUGA : diduga-palsukan-surat-penyidik-polres-bpom-diadukan-ke-polres-jember/

Dan alih-alih membenahi akar persoalan seperti tata kelola juru parkir, sistem digitalisasi, dan pengawasan pemerintah justru menempuh jalan pintas menghapus retribusinya.

Ini seperti dokter yang menyerah mengobati pasien karena penyakitnya kronis, lalu memilih mematikan gejalanya dengan anestesi. Nyeri mungkin hilang sesaat, tapi penyakitnya tetap merajalela.

Kita patut bertanya, bagaimana mungkin sebuah daerah yang tengah terseok-seok mengejar PAD, justru melepaskan salah satu sumber pendapatannya? Ini bukan tindakan bijak, ini bentuk keputusasaan yang dibungkus narasi populisme. Di saat daerah lain berlomba-lomba memperkuat kemandirian fiskal, Jember justru memilih mundur.

BACA JUGA : praperadilan-ditolak-kapolres-jember-tidak-dilibatkankuasa-hukum-pemohon-akan-mengadu-ke-komisi-yudisial-dan-ma/

Tak berhenti di situ, pemberlakuan parkir gratis tanpa sistem yang rapi juga membuka ruang baru bagi pungutan liar. Masyarakat bisa saja tetap dimintai uang oleh oknum juru parkir, dengan alasan “sukarela”, “jasa menjaga motor”, atau “biaya keamanan”. Jika ini dibiarkan, maka yang terjadi bukan parkir gratis, melainkan parkir liar yang dilegalkan.

Parahnya lagi, kebijakan ini dilakukan tanpa koordinasi yang kuat dengan DPRD, padahal menyangkut hilangnya potensi pendapatan daerah. Tidak ada diskusi menyeluruh, tidak ada rencana jangka panjang yang transparan. Yang ada hanyalah respons reaktif terhadap keluhan publik yang mestinya ditangani dengan reformasi, bukan retorika.

BACA JUGA : sosok-kades-paw-selodakon-pemuda-ingin-pemimpin-yang-layak-tokoh-harus-yang-berintegritas/

Masyarakat memang pantas mendapat pelayanan publik yang baik, termasuk parkir yang aman dan teratur. Namun keadilan sosial tak akan tercapai jika pemerintah terus menumpuk kebijakan simbolik tanpa fondasi ekonomi yang kokoh.

Parkir gratis mungkin terlihat manis hari ini, tapi besok kita akan membayar mahal dalam bentuk pembangunan yang terhambat, layanan publik yang tersendat, dan kepercayaan rakyat yang terkikis.

Pemerintah daerah harus berani kembali ke jalur rasional. audit sistem parkir, tingkatkan digitalisasi, tegakkan regulasi, dan libatkan masyarakat dalam pengawasan. Jika tidak, parkir gratis akan menjadi contoh klasik dari kebijakan yang tampak indah di luar, tapi rapuh dan penuh risiko di dalam.

Jumat : 23/05/2025
Penulis : Bambang Irawan

Tinggalkan Balasan