Sidang Pertama, Tergugat Citizen Lawsuit Kerahkan 26 Pengacara Untuk Hadapi Satu Orang Penggugat
Jember,PN – Akhirnya, sidang perdana gugatan yang diajukan Moh. Husni Thamrin, warga kecamatan Kaliwates, Jember yang mengatasnamakan dirinya sebagai warga negara yang merasa hak konstitusionalnya dirugikan, Senin (30/10/2023) digelar di Pengadilan Negeri Jember.
Gugatan warga negara yang biasa dikenal sebagai gugatan Citizen Lawsuit yang relatif jarang dilakukan dan agak asing didengar oleh masyarakat. Sidang perdana perkara Nomor: 117/Pdt.G/2023/PN Jmr itu ditangani oleh majelis hakim yang diketuai oleh Dina Pelita Asmara serta dua orang anggota, masing-masing Desbertua Naibaho dan Aryo Widiatmoko.
“Sidang perdana itu hanya berlangsung sekitar setengah jam, hanya memeriksa persyaratan formil para kuasa hukum para tergugat,”ucap Thamrin.
Di menjelaskan sidang ini hanya dihadiri oleh 26 kuasa tergugat, masing-masing Bupati Jember yang mengkuasakan kepada 17 orang gabungan dari jaksa pengacara negara Kejaksaan Negeri Jember, bagian hukum pemerintah kabupaten Jember dan pengacara professional, sedangkan Kepala Kantor Pertanahan Jember mengkuasakan kepada 6 orang dan pihak hotel Swiss-Belhotel memberi kuasa kepada 3 orang pengacara dari Jakarta.
“Menteri ATR/BPN dan kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Jember tidak hadir. Oleh karena dari 5 pihak sebagai tergugat tidak hadir seluruhnya, majelis kemudian menunda sidang, untuk memanggil kembali Menteri ATR/BPN dan kepala Dinas Tanaman Pangan Jember untuk hadir pada sidang kedua, hari Selasa, 21 Nopember 2023 yang akan datang,”jelasnya.
Seperti diketahui, Penggugat Moh. Husni Thamrin yang juga berprofesi sebagai advokat mengaku mempunyai kedudukan hukum (legal standing) untuk melakukan gugatan. Disebutkan Thamrin, selain bertempat tinggal di Kaliwates, yang dekat dengan lokasi yang dipersoalkan, juga mengaku sebagai warga negara yang memiliki hak konstitusional ikut mengawal program pemerintah mempertahankan ketahanan pangan.
“Apalagi sawah yang dialihfungsikan menurut Keputusan Menteri Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor: 1589/SK-HK. 02.01/XII/2021 merupakan lahan sawah yang masuk dalam peta Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD) dan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan yang tidak dapat dialihfungsikan sebelum mendapat rekomendasi perubahan penggunaan tanah dari Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional,”, paparnya.
Dijelaskan Thamrin, sudah ada Peraturan Daerah Kabupaten Jember Nomor 1 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jember 2015-2035 yang harusnya dijadikan pedoman perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang wilayah dan penataan ruang wilayah kabupaten Jember yang merupakan dasar dalam pengawasan terhadap perijinan lokasi pembangunan.
“Namun oleh pihak berkepentingan, Bupati, OPD terkait dan pihak pertanahan ternyata mengabaikan Perda RTRW”, “bahkan kepala pertanahan menyatakan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang kemudian menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Jember Nomor 1 Tahun 2015 tidak sesuai dengan kondisi dan menghambat investasi di kabupaten Jember sebesar Rp. 10 triliun”, ujarnya.
Ditambahkan Thamrin, dalam Pasal 92 ayat (1) Perda Nomor 1 Tahun 2015 disebutkan, “Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan rencana tata ruang sehingga mengakibatkan perubahan fungsi ruang, kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, atau kematian orang dikenai sanksi pidana”.
Peraturan Daerah Kabupaten Jember Nomor: 1 Tahun 2015 telah menetapkan kecamatan Kaliwates yang menjadi tempat pendirian hotel merupakan kawasan sawah yang dikatagorikan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Tetapi oleh kepala dinas Tanaman Pangan Jember, Imam Sudarmaji disebut sebagai “kawasan lahan sawah yang dilindungi, tapi secara regulasi masih memiliki celah agar bisa dialih-fungsikan menjadi perumahan atau hotel”.
Thamrin menilai, alihfungsi lahan tak hanya dapat dipersoalkan secara perdata, tapi ada juga sanksi pidananya, “Dalam Pasal 73 ayat (1) UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang sebagaimana telah dirubah melalui UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang disebutkan setiap pejabat pemerintah berwenang yang menerbitkan persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (7) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak hormat dari jabatannya”.
Ia mengaku prihatin dengan semakin sempit dan beralihfungsinya lahan sawah produktif di Jember menjadi kawasan perumahan, “hampir sebagian besar kawasan perumahan di Jember adalah lahan pertanian produktif yang sebenarnya sawah yang dilindungi”, “alih fungsi itu diduga ada kongkalikong pihak pengembang dengan pihak yang memegang kewenangan di instansi pertanahan, perijinan dan bupati”, tegasnya.
Laporan : Mujianto