Jember,publiknusantara.com – Pendaftaran Calon Pimpinan dan Calon Dewan pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masa jabatan tahun 2024-2029 sudah ditutup tanggal 15 Juli 2024.
Sampai pendaftaran ditutup, jumlah pendaftar yang telah memenuhi persyaratan dan menyerahkan dokumen yang ditentukan Panitia Seleksi (Pansel) pemilihan pimpinan dan dewan pengawas KPK, tercatat ada 525 orang, di antaranya 318 pendaftar Capim dan 207 daftar Calon Dewas KPK.
“Sejak pembukaan pendaftaran pada 26 Juni 2024 hingga penutupan tanggal 15 Juli 2024, pukul 23.59 WIB, dapat disampaikan bahwa total pendaftar sebanyak 525 orang dengan rincian jumlah pendaftar capim sebanyak 318 orang, terdiri dari 298 laki laki dan 20 perempuan,” kata Wakil Ketua Pansel KPK Arif Satria kepada wartawan, Selasa (16/7/2024).
“Sedangkan jumlah pendaftar calon dewas ada 207 orang terdiri dari 184 laki laki dan 23 perempuan, kami mengucapkan terima kasih atas partisipasi masyarakat dalam seleksi ini’, lanjutnya.
“Hasil verifikasi atas dokumen yang telah diunggah dan mengumumkan hasilnya pada 24 Juli melalui aplikasi Administrasi Panitia Seleksi Elektronik (APEL) serta laman kpk.go.id dan setneg.go.id,” ujar Arif.
Lanjut Arif, terhitung sampai 24 Juli sampai 24 Agustus 2024 kami mengharapkan masukan dan tanggapan dari masyarakat atas calon yang telah lolos seleksi administrasi, masukan dapat dimasukan melalui aplikasi apel dan email pansel KPK,” ucapnya.
Dari hasil rekap sejumlah 318 pendaftar pimpinan KPK, terdapat 2 orang asal kabupaten Jember, Jawa Timur, atas nama Nurul Ghufron, salah satu pimpinan KPK sebelumnya dan Mohammad Husni Thamrin yang berprofesi sebagai advokat.
Nama Thamrin masuk sebagai calon yang sudah menyerahkan semua persyaratan dengan nomor pendaftar: O-PIM-KPK-24-0702-534, sedangkan Nurul Ghufron Nomor: O-PIM-KPK-24-0711-717.
Kepada sejumlah media, Thamrin membenarkan ikut mendaftar sebagai pimpinan KPK masa jabatan 2024-2029, “Iya benar (namanya) ikut yang diumumkan oleh pansel”, ujarnya.
Ditanya tentang alasannya mendaftar, “saya kira sama dengan pendaftar yang lain, care pada pemberantasan korupsi”, lanjutnya.
Namun Thamrin mengakui saat pengumuman Pansel, Rabu (24/7) di aplikasi Administrasi Panitia Seleksi Elektronik (APEL) namanya tidak lolos tahap pertama “sayangnya saat pengumuman tahap pertama gugur”, “paling tidak saya dapat belajar bagaimana kedepannya (jika mendaftar lagi),” lanjutnya.
Ditambahkan Thamrin, UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP harus dilakukan revisi , terutama terhadap pasal-pasal terkait penyelidik, penyidik dan jaksa penuntut umum yang selama ini menjadi rujukan kepolisian dan kejaksaan atau penyidik PPNS, sementara KPK yang lahir belakangan hanya mengandalkan dari penyelidik, penyidik dan penuntut umum dari kalangan kepolisian dan kejaksaan, padahal mereka-mereka itu pada saat dipekerjakan di KPK dalam stutus di non-aktifkan dari lembaga induknya, tetap saja mereka masih terikat kepada instansinya, lebih dari itu, dalam status non-aktif sebenarnya mereka tidak dibenarkan melakukan tindakan dengan mengatasnamakan negara, sama dengan seorang pejabat negara yang setelah ditetapkan sebagai tersangka, kemudian dinonaktifkan, maka tidak dapat lagi melakukan tindakan sebagai pejabat negara, sampai statusnya dinyatakan aktif lagi.
BACA JUGA : pgri-jember-belum-menemukan-sosok-bakal-calon-bupati-yang-pas/
Apalagi, seperti dalam banyak kasus terjadi benturan kepentingan antara KPK dengan kepolisian dan kejaksaan. Untuk menjaga indepensi dan menghindari benturan kepentingan serta benturan kewenangan dengan lembaga penegak hukum lainnya, kedepan KPK melalui pemerintah atau DPR diharapkan dapat mengambil inisiatif untuk memberi masukan agar melakukan revisi terhadap UU KPK dan melakukan rekrutmen pegawai KPK, terutama para penyelidik, penyidik dan jaksa penuntut dari kalangan KPK sendiri, tidak menggantungkan pada penyelidik, penyidik dan jaksa penuntut dari kepolisian dan kejaksaan. Kalaupun ada penyelidik, penyidik dan penuntut umum yang berasal dari kepolisian dan kejaksaan.
“Statusnya bukan dalam status non aktif, tetapi harus berstatus diberhentikan dari instansi induknya. Hal ini diperlukan, oleh karena untuk menjaga independensi dan benturan kepentingan dengan lembaga induk sebelumnya”. Thamrin juga mengharapkan agar penghitungan kerugian negara harus jelas, “siapa yang berwenang, kapan penghitungan kerugian dilakukan”, jangan sampai penghitungan kerugian dilakukan saat sudah tersangka”, pungkasnya.
Laporan : Mujianto