SELAMAT DATANG DI SITUS KAMI, BILA  TERDAPAT KEKELIRUAN DAN KESALAHAN SEGALA BENTUK TULISAN BERITA YANG SUDAH DITERBITKAN MENJADI TANGUNG JAWAB PENULIS SEPENUHNYA

Lima Strategi Menyusun RTRW Hingga RDTR Termasuk Jember

Jember,PN – Penataan ruang merupakan salah satu aspek penting dalam kegiatan pembangunan daerah.
Mengingat peranan dan kedudukan
pembangunan daerah harus dilaksanakan serasi dan terarah agar menghasilkan daya guna dan hasil yang lebih besar secara keseluruhan. 11/05/2023.

Berbagai usaha perlu dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk menata ruang secara intensif , yang terjadi justru seringkali menempatkan aspek tata ruang sebagai faktor penghambat pembangunan daerah.

Pertanyaan yang sering muncul adalah bagaimana sebenarnya peran pemerintah daerah sebagai pihak yang menyelenggarakan kewenangan tata ruang dalam proses pembangunan

Pemerintah Daerah dalam penataan ruang justru tidak efektif. Pemerintah Daerah cenderung tidak berperan di dalam mengarahkan pembangunan yang semestinya potensial memberikan manfaat besar kepada semua pihak yang berkepentingan..

Media online sebagaimana link berikut https://jembertoday.net/pemkab-jember-tata-ulang-kawasan-pesisir-paseban/, menginformasikan sikap Pemerintah Kabupaten Jember dalam merespon persoalan tata ruang terkait keluhan warga pesisir Selatan terutama warga Pantai Paseban.

Dapat disimpulkan bahwa semua informasi yang disampaikan oleh Sekretaris Tim Penertiban Sempadan bermuara pada satu informasi penting bahwa Pemerintah Kabupaten Jember belum memiliki produk dokumen Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) . Ketiadaan RDTR menjadi kunci yang mengindikasikan bahwa hampir persoalan penertiban kawasan pesisir yang selama ini didengung-dengungkan dapat dituntaskan.

Semua asumsi yang dimunculkan seperti memproses Hak Pemanfaatan Lahan ( HPL) , pemasangan papan asset, sosialisasi, inventarisasi pengguna lahan, peluang adanya pemasukan asli desa pada akhirnya hanyalah retorika tanpa makna.

Menghadapi kondisi demikian tentu perlu disiapkan strategi agar dokumen RDTR dan juga tindak lanjut penataan kawasan sempadan dapat segera dituntaskan dan dapat diimplementasikan secara efektif.

Ada beberapa aspek yang perlu pertimbangan sebagai langkah persiapan sehingga maksud untuk merumuskan dokumen Tata Ruang bisa efektif.

Pertama :
Dalam hal ini Pemerintah Daerah wajib memahami kriteria Efektivitas Rencana Tata
Ruang, yang secara sederhana mencakup kriteria berikut :
(1) Hadirnya kesatuan dan keterpaduan dan kejelasan
(2) tingkat konflik rendah,
(3) berorientasi pada kemudahan masyarakat,
(4) keserasian dalam tata guna lahan,
(5) memiliki keseimbangan manfaat
(6) menciptakan suasana aman dan menyenangkan. Kriteria ini mensyaratkan kehadiran partisipasi masyarakat yang berperan dalam menentukan tingkat kualitas produk Rencana Tata Ruang yang dihasilkan.

Sangat bisa dipahami bahwa partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat
setempat, yang tanpa kehadirannya program-program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal.

Partisipasinya juga akan membuat masyarakat lebih mempercayai proyek atau program pembangunan karena jika merasa dihargai dengan dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya.

Partisipasi masyarakat dapat dilakukan dalam beberapa kali selama proses analisa dan perencanaan, atau minimal dalam tiga tahapan periode yaitu :
(1) normatif, yang mana keputusan diambil untuk menentukan apa yang seharusnya dilakukan;
(2) strategik, yang mana keputusan dibuat untuk menentukan sesuai yang dapat dilakukan; dan
(3) operasional, yang mana
keputusan dibuat untuk menentukan apa yang akan dilakukan. Namun demikian selalu saja ketika berkait dengan keterlibatan masyarakat maka pelibatannya seharusnya dilakukan lebih awal dalam proses perencanaan, sehingga anggota masyarakat dapat terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang lebih awal dan penting.
Kalau tidak, masyarakat akan melihat proses partisipasi tidak jauh dari sekedar kosmetik, karena banyak keputusan kunci diambil tanpa melibatkan masyarakat.

Kedua :
Aspek lain yang wajib dipertimbangkan adalah bagaimana tujuan penataan ruang dapat tercapai. Apabila fungsi rencana tata ruang dapat dilaksanakan maka dapat dikatakan bahwa rencana tata ruang itu efektif.

Sehingga suatu rencana tata ruang dianggap memadai manakala kebijakan atau programnya didukung oleh sistem manajemen dan pengelolaan yang profesional , dibutuhkan kecakapan teknis, sumber pendanaan, kemampuan menejemen, dan kekuatan hukum yang
mendukungnya.

Kecakapan teknis sangat diperlukan karena rencana tata ruang yang ada mencakup rentang waktu yang cukup panjang (misalnya rencana tata ruang kota 10 tahun) sehingga untuk mewujudkannya diperlukan kemampuan untuk menjabarkan ke dalam program-program pemanfaatan ruang dengan tahapan pelaksanaan yang jelas.

Ketiga :
Kemungkinan terjadinya pergeseran Rencana Tata Ruang (Pemanfaatan Lahan). Perubahan pemanfaatan lahan timbul sebagai akibat perubahan perimbangan dalam jumlah penduduk dengan luas lahan yang tersedia. Jumlah penduduk dari waktu-ke waktu terus meningkat, sementara luas lahan yang tersedia tidak pernah bertambah, sehingga terjadi pergeseran spasial pemanfaatan lahan.

Keempat :
Ketidaksesuaian pemanfaatan ruang dengan Rencana Tata Ruang Perubahan pemanfaatan ruang dan peruntukan yang direncanakan umumnya disebabkan oleh ketidaksesuaian antara pertimbangan yang mendasari arahan rencana dengan pertimbangan pelaku pasar.

Di satu sisi, pemanfaatan ruang harus mempertimbangkan kepentingan umum serta ketentuan teknis dan lingkungan yang berlaku, sedangkan di sisi lainnya kepentingan pasar dan dunia usaha mempunyai kekuatan yang sangat besar yang sulit untuk ditahan. Kedua faktor yang saling berlawanan ini diserasikan untuk memperoleh arahan pemanfaatan ruang yang optimum, yaitu yang dapat mengakomodasi kebutuhan pasar dengan meminimumkan dampak sampingan yang dapat merugikan kepentingan umum.
Optimasi yang memuaskan semua pelaku yang terlibat tidak selalu dicapai, dan juga tidak selalu sama untuk kasus-kasus dan lokasi pemanfaatan ruang yang dihadapi.

Perubahan pemanfaatan ruang dapat mengacu pada 2 hal yang berbeda, yaitu pemanfaatan ruang sebelumnya, atau rencana tata ruang baru.

Perubahan yang mengacu pada pemanfaatan sebelumnya adalah suatu pemanfaatan baru atas lahan yang berbeda dengan pemanfaatan lahan sebelumnya, sedangkan perubahan yang mengacu pada rencana tata ruang adalah “pemanfaatan baru atas tanah (lahan) yang tidak sesuai dengan yang ditentukan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi (PZ) yang telah disahkan.

Kelima :
Pelaku Masyarakat dan Stakeholder.*_
Penataan ruang merupakan suatu tahapan dari proses pengembangan wilayah yang terdiri dari perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian ruang. Dalam rangka mewujudkan masyarakat makmur yang bertempat tinggal di ruang yang nyaman dan lestari, penyelenggaraan pembangunan wilayah yang berbasis penataan ruang merupakan suatu keharusan.

Upaya tersebut akan efektif dan efisien apabila prosesnya dilakukan secara terpadu dengan seluruh pelaku pembangunan (stakeholder) di wilayah setempat di libatkan.

Hal tersebut sejalan dengan semangat yang tumbuh dalam era otonomi daerah yang mengedepankan Pemerintah Pusat sebagai fasilitator dengan mendorong peningkatan pelayanan publik dan pengembangan kreatifitas serta pelibatan masyarakat dan juga aparatur pemerintahan di daerah.

Dengan demikian kebiasaan ‘menginstruksikan’ masyarakat untuk berperan serta dalam pembangunan, khususnya dalam pemanfaatan ruang, bisa dihindari bersama. Pemanfaatan ruang bisa dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, swasta atau masyarakat, baik secara sendiri atau bersama-
sama.

Pemanfaatan ruang oleh masyarakat dapat dilakukan secara perorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, kelompok profesi, kelompok minat, dan badan hukum.
Komponen-komponen tersebut adalah stakeholder dalam pemanfaatan ruang.

Selaku perorangan, peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang\ wilayah Nasional, Provinsi atau Kabupaten/Kota dan dalam pemanfaatan ruang kawasan dapat dilakukan oleh semua warga negara Indonesia berumur 17 (tujuh belas) tahun ke atas atau sudah/pernah kawin, terutama yang
bertempat tinggal dan atau mempunyai hak atas ruang di wilayah atau
kawasan yang dimanfaatkan.
Selaku kelompok orang, termasuk masyarakat hukum adat, kelompok profesi, atau kelompok minat, peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang wilayah Nasional, Provinsi atau Kabupaten/Kota dan dalam pemanfaatan ruang kawasan dapat dilakukan oleh kelompok orang yang tumbuh secara swadaya atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat serta diakui oleh masyarakat di wilayah atau kawasan yang direncanakan, terutama yang bertempat tinggal dan atau mempunyai hak atas ruang di wilayah atau kawasan yang dimanfaatkan.

Selaku badan hukum, peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang wilayah Nasional, Provinsi atau Kabupaten/Kota dan dalam pemanfaatan ruang kawasan dapat dilakukan oleh badan hukum terutama yang berkedudukan dan atau mempunyai hak atas ruang di wilayah atau kawasan yang dimanfaatkan berjalan baik.

Peran masing-masing stakeholder tersebut berlaku untuk berbagai tingkatan hirarki seperti Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota, akan tetapi bentuk dan tatacara kegiatannya bisa saja berbeda.

Peran tersebut dapat dilakukan oleh stakeholder baik secara sendiri maupun berkelompok atau bersinergi sesuai dengan networking yang dimilikinya.

Penulis : M jaddin wajad
Editor : Mujianto.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *