GMNI Kefamenanu mendesak agar Gubernur NTT segera Menyelesaikan polemik di Besipae

Loading

Kefemananu — PN, Konflik yang terjadi di Besipae merupakan konflik yang seharusnya diselesaikan dengan
melibatkan semua elemen karena polemik ini telah meninnggalkan bekas luka bagi masyarakat Besipae untuk itu GMNI Kefamenanu menilai Pemerintah Propinsi NTT telah gagal hadir
sebagai pelayan bagi rakyatnya. (Rabu, 26 Agustus 2020)

” Dikutif https://www.aman.or.id yang terbit tanggal 19/08/2020 ” Dalam aksi pembongkaran paksa tersebut, ada Beberapa Oknum aparat menggunakan kekerasan verbal dan fisik kepada warga anggota komunitas adat Besipae yang berada di lokasi.

Sengketa Hutan Adat Pubabu yang meliputi Desa Linamnutu, Mio dan Oe Ekam, diawali oleh keengganan komunitas adat Besipae untuk menyetujui tawaran perpanjangan izin pinjam pakai lahan di kawasan Hutan Adat Pubabu. Di tahun 1987, selama 25 tahun wilayah tersebut digunakan sebagai areal proyek peternakan sapi yang merupakan kerjasama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Timor Tengah Selatan (TTS) dengan sebuah perusahaan asal Australia. Di tahun 2010, dua tahun sebelum izin kadaluarsa, tawaran perpanjangan dari Pemkab TTS ditolak warga.

Komunitas adat Besipae bersikeras bahwa Hutan Adat Pubabu mesti dikembalikan lagi ke fungsi awalnya sebagai areal Nais Kio atau kawasan hutan larangan. Nais Kio adalah bentuk konservasi tradisional Masyarakat Adat Besipae berlandaskan kearifan lokal. Penolakan tersebut tidak dipedulikan dan Pemkab TTS tetap melanjutkan penggunaan kawasan Hutan Adat Pubabu sebagai Hutan Makanan Ternak (HTM).

Advertisments

banner

Meski demikian, komunitas adat Besipae tetap teguh menolak penggunaan areal seluas 3.700 hektar di kawasan Hutan Adat Pubabu.

Pada 12 Mei 2020, saat Gubernur Laiskodat mengunjungi Desa Mio, warga menyatakan penolakan mereka dengan melarang Gubernur untuk masuk ke dalam wilayah adat mereka dengan cara melakukan pemblokiran jalan. Pemalangan ini direspon dengan aksi kekerasan untuk membongkar pagar blokade oleh kepolisian yang turut serta dalam rombongan gubernur. Hal ini memicu aksi histeris dari perempuan-perempuan adat Besipae yang menanggalkan baju mereka sebagai simbol dukacita atas ancaman perampasan yang menyasar wilayah Hutan Adat Pubabu.

Aksi sepihak Pemprov NTT yang menghancurkan pondok-pondok milik warga merupakan bentuk pengingkaran terhadap hak konstitusional Masyarakat Adat yang telah diatur dalam Pasal 18B ayat (2) dan Pasal 28I ayat (3) UUD 1945. Lebih jauh, penyerangan terhadap komunitas adat Besipae juga merupakan pelanggaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) terhadap mandat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.35/PUU-X/2012 yang menegaskan bahwa hutan adat bukan merupakan hutan negara.

GMNI Kefamenanu melalui Wakil Ketua Bidang Politik, Darius Fay saat di terima rilisannya oleh wartawan, pihaknya menilai Pemerintahan Propinisi NTT
adalah pemerintah yang berwajah dikatator layaknya rezim orde baru. ” Ujarnya

“Pemerintah Prov . NTT Telah gagal
dalam melayani masyarakat NTT karena telah melakukan tindakan represif terhadap
masyarakat Besipae dengan melibatkan aparat kepolisian. Tugas utama dari kepolisian adalah memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, menegakkan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat bukan hadir untuk menakut-nakuti rakyat dengan senjata.” Jelasnya

Lebih lanjut Wakil Ketua Bidang Politik ini juga menegaskan kepada Pemprov untuk selalu mengutatamakan asas keadialan Karena negara Indonesia adalah negara yang berdiri dengan Berazaskan Pancasila sebagai dasar Simbol negara.
oleh karena itu segala sesuatu yang bersentuhan langsung dengan kesejahteraan dan
keamanan rakyat Indonesia sudah semestinya harus diselesaikan dengan melibatkan semua
pihak sehingga tidak menuai polemik yang berkelanjutan. Cetusnya

” Atas kejadian terhadap masyarakat di Besipae, Kec. Amanuban Selatan, Kab.TTS maka GMNI
Kefamenanu mengutuk keras tindakan represif yang dilakukan oleh Oknum pihak Terkait, sehingga kami dari GMNI
Kefa juga mendesak agar Gubernur NTT segera Menyelesaikan polemik di Besipae dengan tidak merugikan serta
menggangu kenyamanan masyarakat Besipae Khususnya dan DPRD Propinsi NTT sebagai wakil rakyat agar lebih peka terhadap nasib rakyat Besipae, Kec.
Amanuban Selatan, Kab. TTS.” Tutupnya

Laporan : Frit Mandonsa

Advertisement

Girl in a jacket

Advertisement

Girl in a jacket

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *