Banyuwangi Melesat, Jember kok Malah Meleset?

Jember,PN – Rendahnya capaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor wisata Jember, mendandakan bahwa Bupati Jember Hendy Siswanto, tidak mampu mengelola pariwisata dengan optimal. Sebab dengan angka capaian PAD wisata yang hanya 5,33 persen, dari total target Rp 3,2 miliar.

Pegiat media sosia Angak Ho Rully Efendi, menilai kondisi yang demikian karena pemerintah di bawah kepemimpinan Hendy Siswanto, terkesan tidak memiliki blueprint pembangunan pariwisata yang jelas. “Jauh berbeda jika dibandingkan dengan Banyuwangi diawal kepemimpinan Abdullah Azwar Anas,” katanya. 15/05/2023.

Rully menilai ada banyak program sporadis di sektor pariwisata, seni dan kebudayaan, ala Hendy Siswanto. Seperti kata Rully, tentang kebijakan yang tidak bijak di musim lebaran tahun lalu. Dimana tiba-tiba Hendy Siswanto dengan tangan besinya, mengumumkan bahwa selama musim lebaran, empat obyek wisata milik Pemkab Jember digratiskan.

Keempat obyek wisata yang dimaksud, Pemandian Patemon Tanggul, Pemandian Kebun Agung, Pemandian Rembangan dan Pantai Watu Ulo Ambulu. Bahkan, Pantai Papuma yang merupakan aset Perhutani, juga ikutan dipaksa digratiskan. “Kemudian berpolemik. Meski terlambat bersikap, DPRD Jember pun juga ikut menilai kegagalan program wisata gratis,” bebernya.

Bagi Rully, sejak awal program wisata gratis tersebut, kental dengan nuansa kepentingan berburu citra Hendy sebagai bupati. Padahal jika ingin mengikuti jejak sukses Banyuwangi menggarap pariwisatanya, harusnya Hendy lebih serius melakukan kajian ilmiah secara obyektif. “Tidak tiba-tiba mengeluarkan kebijakan yang tidak bijak, bergaya sporadis demikian,” kritiknya.

Semakin membuat Rully menepuk jidat, terbaru tiba-tiba Hendy Siswanto menggelar pawai Ogoh-ogoh bareng Pemkab Jembrana Bali. “Kenapa harus mendatangkan Ogoh-ogoh dari Bali?. Padahal Jember punya pegiat kesenian Ogoh-ogoh yang tak kalah keren, yang ada di Desa Sukoreno Umbulsari,” bebernya.

Kemudian benang kusutnya semakin jelas, yang menjadi pembeda antara Banyuwangi di awal kepemimpinan Abdullah Azwar Anas dengan Jember di bawah kepemimpinan Hendy. “Banyuwangi begitu piawai menghargai pelaku kesenian asli Banyuwangi. Sedangkan Hendy di Jember, tidak memberi ruang beraktualisasi bagi pelaku kesenian dan malah mempersembahkan panggung spektakuler untuk orang lain,” tudingnya.

Tak heran kemudian, jika pelaku kesenian di Jember mengalami kesulitan regenerasi, karena generasi mudanya menilai tidak ada masadepan yang cerah bergerak di jalur seni dan budaya. “Berbeda cerita jika Jember seperti Banyuwangi, yang begitu piawai memberi ruang berkreasi,” imbuhnya.

Rully membeberkan data angka kemiskinan di Banyuwangi, yang semakin membaik sejak era Bupati Anas, yang fokus dan serius menggarap pariwisata. Membaca data di Banyuwangi tahun 2010, angka kemiskinan di kabupaten berjuluk tanah Osing, itu mencapai 20 persen. Namun kemudian, di periode kepemimpinan pertamanya, Anas sukses menekan hingga di angka 9,2 persen.

Berbanding linier dengan pendapatan perkapita Masyarakat Banyuwangi, sebelum dipimpin Anas dan saat Anas memimpin. Bahkan, lonjakannya hingga tembus 70 persen. Mulai yang hanya Rp 14,97 juta pada tahun 2010, naik tajam menjadi Rp 25,5 juta di tahun 2014.

“Sedangkan Jember masih betah bertengger di rangking kedua, dengan angka kemiskinan tertinggi di Jatim. Kemudian apakah salah jika masyarakat menagih janji, kapan wes wayahe mbenahi Jember?,” satirenya.

Pewarta: Mujianto

Tinggalkan Balasan