Di Bekali Pemahaman 1000 Mahasiswa Baru FEB UNEJ 2021 Kampanye Hak Kebebasan Berpendapat | publiknusantara.com

Di Bekali Pemahaman 1000 Mahasiswa Baru FEB UNEJ 2021 Kampanye Hak Kebebasan Berpendapat

Jember,PN – Salah satu kegiatan Pembinaan dan Pengembangan Mahasiswa Baru (PPMB) ,Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jember mengadakan kampanye yang bertajuk “Freedom Of Speech Campaign” . Minggu 03/10/2021.

Kegiatan tersebut di gelar secara Daring di kampus FEB UNEJ Jember yang diikuti 1000 mahasiswa baru FEB UNEJ angkatan 2021 dengan menggunakan metode Focus Group Discussion (FGD).

Kegiatan kampanye ini menyuarakan kebebasan berpendapat yang mana dituangkan pada poster bertuliskan kalimat “Berkata Benar dengan Benar untuk Kebenaran Harus Benar-benar Didengar !”.

Secara virtual melalui Zoom Clouds Meeting serentak oleh 1000 Mahasiswa Baru Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jember pada PPMB FEB UNEJ – MAKUTHARAMA 2021.

Sebelum melaksanakan aksinya 1000 Mahasiswa tersebut di bekali pemahaman dan wawasan tentang hak kebebasan berpendapat dari program kerja Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FEB UNEJ .

Adapun diskusi publik dengan tema “Quo Vadis: Kebebasan Berpendapat & Berekspresi dengan narasumber M.Irfan Hilmy selaku Pimpinan Redaksi Manifest dengan pembahasan mendalam yang tertuang dalam Focus Group Discussion (FGD) PPMB FEB UNEJ – MAKUTHARAMA 2021 dengan mengusung topik “Huru-hara tentang Undang-Undang ITE”.

Di ketahui pemilihan topik ini didasari maraknya beberapa kontroversi terhadap kebebasan berpendapat di depan publik dan bermedia sosial di antaranya penangkapan aktivis, penghapusan moral, dan penertiban poster. Dengan adanya kasus tersebut, mahasiswa fakultas ekonomi & bisnis mengambil peran sebagai agent of change dengan mengkaji dan mengkampanyekan kebebasan berpendapat yang baik dan benar. serta menciptakan pemikiran yang kritis terhadap dinamika dan kondisi kenegeraan dalam kondisi pandemi (Covid-19).

Adapun Focus Group Discussion (FGD) memiliki dua topik yang pertama pro terhadap (UU ITE) yang kedua kontra terhadap ( UU ITE) . Terkait pro UU ITE menjadi jaminan keamanan atas ruang digitalisasi, sedangkan tim kontra UU ITE sebagai alat pembungkam atas kebebasan berpendapat, hal itu merupakan ide dasar dari pemerintah dalam membuat suatu produk legislasi yang dapat digunakan sebagai payung hukum transaksi berbasis elektronik yang memiliki dampak negatif terhadap sosial ekonomi.

Namun, terdapat beberapa pasal di dalam UU ITE yang kerapkali disalahgunakan dan menjadi kontroversi karena ketidak jelasan beberapa pengertian yang termuat di dalamnya sehingga muncul istilah “Pasal karet”yang memiliki arti sebagai pasal yang tidak tentu atau tidak memberikan kepastian hukum dalam undang-undang.

Pasal-pasal karet yaitu pasal 27 ayat (3) dan pasal 28 ayat (2) karena sering digunakan sebagai dasar hukum pengaduan jika terdapat ekspresi yang bersifat menghina atau mencemarkan nama baik di media sosial. Hal itu di sebabkan terbatasnya kebebasan Pers karena publik menjadi takut akan pendapat atau kritik yang mereka keluarkan di media sosial justru merujuk ke arah fitnah atau pencemaran nama baik dan menjadi bumerang untuk mereka sendiri. Jika merujuk pada data SAFEnet, jumlah kasus pemidanaan terkait undang-undang di atas ini mencapai 285 kasus sejak disahkan pada tahun 2008 hingga tahun 2019 dan terus meningkat. Alih-alih membantu memberikan kepastian hukum bagi pengguna teknologi informasi, pasal 27 ayat (3) dan pasal 28 ayat (2) malah membuntukan kebebasan berpendapat di media sosial.

Laporan : Mujianto

Tinggalkan Balasan