Skip to content

publiknusantara.com

inspirasi berimbang dan pembangunan

Menu
  • Nasional
  • REDAKSI
    • Visi Dan Misi
    • SOP Wartawan
    • Kode Perilaku Jurnalis
  • Provinsi
    • SUMSEL
      • OKUS
      • OKU
      • OKUT
      • Muara Enim
      • Prabumulih
      • PALI
      • OKI
      • MUSI RAWAS
      • MUBA
    • SUMATRA UTARA
    • SUMATRA BARAT
    • KEPRI
    • BENGKULU
    • LAMPUNG
      • WAY KANAN
      • MESUJI
      • PERSAWARAN
    • KALIMANTAN BARAT
    • NUSA TENGARA BARAT
    • NUSA TENGARA TIMUR
  • Hukum & Kriminal
  • Internasional
  • Pedoman Media Siber
  • HUBUNGI KAMI
  • ADVOTERIAL
  • JAWA TIMUR
    • JEMBER
  • Terms of Service
  • Indeks Berita
Menu

Sidang Lanjutan Citizen Lawsuit Alih Fungsi Lahan, Penggugat Minta Menteri ATR/BPN di Hadirkan

Posted on Januari 9, 2024Januari 9, 2024 by Red

JEMBER,publiknusantara.com – Sidang lanjutan gugatan warga negara (citizen lawsuit) terkait alih fungsi lahan sawah yang dilindungi (LSD) dengan tergugat Menteri ATR BPN selaku tergugat 1, Bupati Jember tergugat 2, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Holtikultura Tergugat 3, Kepala kantor ATR/BPN Jember tergugat 4, serta pihak Hotel Swiss-Belhotel sebagai tergugat 5, yang dilakukan oleh M. Husni Thamrin, Selasa (9/1/2024) kembali digelar untuk ketiga kalinya di PN Jember.

Dalam sidang yang dipimpin Dina Pelita Asmara  selaku ketua majelis hakim dengan anggota, masing-masing Desbertua Naibaho dan Aryo Widiatmoko, memasuki tahapan mediasi, setelah dua kali sidang sebelumnya, beberapa tergugat tidak menghadiri sidang.

Dalam mediasi yang dihadiri oleh seluruh kuasa hukum dari para tergugat, dipimpin mediator I Gusti Ngurah Taruna. Usai mediasi pertama, seluruh kuasa hukum dari para tergugat, kompak enggan memberikan keterangan kepada pers.

“Nanti saja mas, kami menunggu resum dari penggugat terlebih dahulu, karena mediasi tadi hasilnya seperti itu, pihak penggugat akan membuat resum,” ujar salah satu utusan dari Kementerian ATR BPN yang hadir dalam mediasi.

Sementara M. Husni Thamrin SH. MH kepada wartawan menyatakan, bahwa saat mediator menyampaikan pengantar mediasi, ada sedikit adu argumentasi antara dirinya dengan pihak-pihak yang digugat, salah satunya adalah menyangkut kewenangan kuasa hukum para tergugat, terutama pihak Swiss-Belhotel dan kuasa Bupati Jember dan kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura yang dikuasakan kepada Tim dari Kejaksaan Negeri Jember selaku jaksa pengacara negara.

“Mereka bukan bawahan bupati dan bukan staf Swiss-Belhotel, sehingga tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan dalam mediasi ini ,”terang Thamrin.

“Dalam surat kuasanya, mereka hanya ditunjuk sebagai kuasa hukum di depan persidangan dan bukan di sidang mediasi, sehingga kehadiran mereka dalam mediasi tersebut kami nilai, tidak mewakili para tergugat,”imbuh Thamrin.

Thamrin menyatakan, bahwa dirinya selaku penggugat, akan membuat resum gugatan dan tawaran perdamaian, dalam resum tersebut tidak jauh dari materi yang digugatnya, yakni agar tergugat mengembalikan fungsi lahan seperti semula.

“Kami meminta agar lahan yang rencananya akan dibangun hotel, dikembalikan fungsinya seperti semula,”ujar Thamrin.

Thamrin juga menjelaskan, bahwa pihaknya juga meminta kepada mediator PN, agar dilakukan Kaukus, yakni dengan mendatangkan para tergugat secara langsung, termasuk Menteri ATR BPN selaku pihak tergugat 1.

“Kami juga meminta kepada mediator untuk dilakukan kaukus dengan menghadirkan penggugat dan tergugat secara langsung, hal ini sesuai PerMA nomor 1 tahun 2016 tentang mediasi, dimana antara penggugat dan tergugat dipertemukan, untuk mencari titik temu mediasi,” pungkas Thamrin.

Seperti diketahui, Penggugat Moh. Husni Thamrin yang juga berprofesi sebagai advokat mengaku mempunyai kedudukan hukum (legal standing) untuk melakukan gugatan. Disebutkan Thamrin, selain bertempat tinggal di Kaliwates, yang dekat dengan lokasi yang dipersoalkan, juga mengaku sebagai warga negara yang memiliki hak konstitusional ikut mengawal program pemerintah mempertahankan ketahanan pangan.

“Apalagi sawah yang dialihfungsikan menurut Keputusan Menteri Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor: 1589/SK-HK. 02.01/XII/2021 merupakan lahan sawah yang masuk dalam peta Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD) dan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan yang tidak dapat dialihfungsikan sebelum mendapat rekomendasi perubahan penggunaan tanah dari Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional” ujarnya.

Dijelaskan Thamrin, sudah ada Peraturan Daerah Kabupaten Jember Nomor 1 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jember 2015-2035 yang harusnya dijadikan pedoman perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang wilayah dan penataan ruang wilayah kabupaten Jember yang merupakan dasar dalam pengawasan terhadap perijinan lokasi pembangunan.

“Namun oleh pihak berkepentingan, Bupati, OPD terkait dan pihak pertanahan ternyata mengabaikan Perda RTRW”, “bahkan kepala pertanahan menyatakan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang kemudian menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Jember Nomor 1 Tahun 2015 tidak sesuai dengan kondisi dan menghambat investasi di kabupaten Jember sebesar Rp. 10 triliun”, ujarnya.

Ditambahkan Thamrin, dalam Pasal 92 ayat (1) Perda Nomor 1 Tahun 2015 disebutkan, “Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan rencana tata ruang sehingga mengakibatkan perubahan fungsi ruang, kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, atau kematian orang dikenai sanksi pidana” .

Peraturan Daerah Kabupaten Jember Nomor: 1 Tahun 2015 telah menetapkan kecamatan Kaliwates yang menjadi tempat pendirian hotel merupakan kawasan sawah yang dikatagorikan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).

“Tetapi oleh kepala dinas Tanaman Pangan Jember, Imam Sudarmaji disebut sebagai “kawasan lahan sawah yang dilindungi, tapi secara regulasi masih memiliki celah agar bisa dialih-fungsikan menjadi perumahan atau hotel,”ucapnya.

Disebutkan Thamrin, alihfungsi lahan tak hanya dapat dipersoalkan secara perdata, tapi ada juga sanksi pidananya, “Dalam Pasal 73 ayat (1) UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang sebagaimana telah dirubah melalui UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang disebutkan setiap pejabat pemerintah berwenang yang menerbitkan persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (7) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak hormat dari jabatannya,”tandasnya.

Pewarta : Mujianto
Sumber : Tm

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Trulli
Trulli

Kategori

Arsip

  • September 2025
  • Agustus 2025
  • Juli 2025
  • Juni 2025
  • Mei 2025
  • April 2025
  • Maret 2025
  • Februari 2025
  • Januari 2025
  • Desember 2024
  • November 2024
  • Oktober 2024
  • September 2024
  • Agustus 2024
  • Juli 2024
  • Juni 2024
  • Mei 2024
  • April 2024
  • Maret 2024
  • Februari 2024
  • Januari 2024
  • Desember 2023
  • November 2023
  • Oktober 2023
  • September 2023
  • Agustus 2023
  • Juli 2023
  • Juni 2023
  • Mei 2023
  • April 2023
  • Maret 2023
  • Februari 2023
  • Januari 2023
  • Desember 2022
  • November 2022
  • Oktober 2022
  • September 2022
  • Agustus 2022
  • Juli 2022
  • Juni 2022
  • Mei 2022
  • April 2022
  • Maret 2022
  • Februari 2022
  • Januari 2022
  • Desember 2021
  • November 2021
  • Oktober 2021
  • September 2021
  • Agustus 2021
  • Juli 2021
  • Juni 2021
  • Mei 2021
  • April 2021
  • Maret 2021
  • Februari 2021
  • Januari 2021
  • Desember 2020
  • November 2020
  • Oktober 2020
  • September 2020
  • Agustus 2020
  • Juli 2020
  • Juni 2020
  • September 2017
©2025 publiknusantara.com | Design: Newspaperly WordPress Theme