Adakah Pemimpin Yang Amanah , Jujur Untuk Rakyat
Jember,PN – Partisipasi pemilihan Kepala daerah secara langsung , factor utama dari beberapa penelitian adalah meningkatnya pesimisme pemilih terhadap produk pemilihan umum yaitu pemimpin terpilih dinilai tidak menjalankan amanah yang dititipkan rakyat dengan baik sehingga harapan meningkatkan kesejahteraan dipandang tidak mungkin terwujud. 06/05/2023.
Berharap mekanisme electoral menghasilkan pemerintahan amanah yang disebut “Good Governance”. Melalui Peraturan Pemerintah RI Nomor 101 tahun 2000, sejak 23 tahun lalu Pemerintah telah merumuskan good governance sebagai “Kepemerintahan yang mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efisiensi, efektivitas, supremasi hukum yang dapat diterima oleh seluruh masyarakat”.
Pemerintahan yang amanah tidak tergantung dari sistem yang dianut, melainkan bagaimana sistem itu dijalankan dengan integritas dan kapabilitas tinggi serta kualitas kepemimpinan yang baik. Kata kuncinya terletak kepada seorang pemimpin.
Sesuai dengan ungkapan “the man behind the gun” artinya sehebat apapun sistem, secanggih apapun instrumen yang digunakan dalam tata kelola kepemerintahan, akan tetap saja tidak akan berjalan (salah kelola) dan tak ada kualitas dalam aplikasinya apabila dijalankan oleh mereka yang tidak jujur dan tidak amanah.
Jujur dan amanah dewasa ini sulit di cari . Betapa tidak, karena terlalu sering rakyat mendengar perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme yang menggerogoti kinerja pemerintahan dan mencederai keadilan di masyarakat.
Kalau sudah demikian maka rakyat semakin tidak percaya kepada pemimpinnya akibat rekam jejak yang buruk. Oleh sebab perlu didorong dengan kewajiban membentuk pemerintahan yang amanah.
Maka dari itu perlu skala prioritas, untuk terlaksananya pemerintahan yang amanah, dengan langkah ada niat mengelola birokrasi pemerintahan berbasis merit system, yang sekarang sering disebut sebagai reformasi birokrasi.
Upaya ini wajib dimulai sejak perekrutan personil birokrasi. Birokrat tak cukup sekedar pintar, tapi harus jujur, amanah dan berani, diperlukan personil yang berani mengusung idealismenya secara konsekuen dan konsisten. Sebab tak jarang mereka jujur dan amanah kerap berada dibawah tekanan pemimpin yang bermental korup.
Kepintaran personil birokrasi bukan jaminan profesionalitas, banyak dijumpai mereka berasal dari dunia akademik, pintar dan berprestasi, nyatanya tidak jujur dalam organisasi pemerintahan atau takut mengambil keputusan.
Sebuah pemerintahan dikatakan berhasil bila dikendalikan pemimpin jujur dan yang mampu menjalankan amanat rakyatnya, dan tidak pernah ada niat untuk mengkhianati amanah yang diemban.
Ketika seorang pemimpin dipercaya mengemban amanah, dia harus menjaga dan melaksanakannya dengan sekuat kemampuan yang dimiliki, sekalipun harus berhadapan dengan berbagai tantangan dan resiko.
Pemimpin digambarkan dengan ungkapan Ing Ngarso sung tulada, Ing Madya Mbangun Karsa, Tut wuri Handayani. Yang bermakna dari depan memberikan teladan yang baik dengan menampilkan sikap dan perilaku yang patut menjadi contoh para pengikutnya. Ditengah-tengah pengikutnya mampu membangkitkan inspirasi, prakarsa, ide, dan semangat berinovasi dan berkreasi. Serta dari belakang mampu memberikan dorongan dan motivasi untuk membangkitkan semanagat kerja, antusiasme dan gairah menciptakan pola kehidupan yang mendukung kebersamaan dan persatuan oleh sebab itu perlu adanya empati, kepekaan dan sensitivitas yang tajam dalam melihat berbagai persoalan.
Seorang pemimpin tidak akan ada artinya jika hanya mengandalkan kekuasaan, tapi tidak pernah paham apa yang dirasakan rakyat.
Dalam pemerintahan yang demokratis, amanah yang diemban oleh aparatur pemerintahan bersumber dari rakyat yang merupakan konsekuensi dari prinsip kedaulatan rakyat.
Untuk mewujudkan sebuah pemerintahan yang demokratis tentu mekanismenya adalah pemilihan umum yang menganut asas “jurdil” (jujur dan adil). Kunci utama untuk menciptakan sebuah pemerintahan yang amanah adalah rule of law (peraturan sesuai hukum), dengan ini akan terwujud good government (pemerintahan yang baik) dan ini pun harus melalui good governance (sistem yang baik). Rasulullah SAW menegaskan: “Apabila amanat telah disia-siakan, maka tunggulah saatnya”.
Dikisahkan dari rosululloh. Sahabat bertanya: “Apakah maksudnya wahai Rasulullah”? Beliau menjawab: “Apabila suatu urusan telah diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat (kehancurannya).” (HR Bukhari dari Abu Hurairah RA).
Amanah harus dipandang sebagai moral politik bukan sebagai prinsip politik. Sebagai moral politik maka menjalankan amanah menjadi kewajiban utama pemimpin pemerintahan. Sehingga kedudukan rakyat dalam pemerintahan yang amanah adalah sebagai pemilik kedaulatan yang memberikan mandat kepada pemimpin yang bertindak untuk melayani kepentingan pemilik kedaulatan.
Dalam konteks hubungan yang demikian maka perilaku zalim kepemimpinan pemerintahan yang menguasai sumberdaya sangat besar yang diamanahkan rakyat selaku pemilik kedaulatan kecil kemungkinan dapat tumbuh.
Kedudukan kuat selaku pemilik kedaulatan menjadikan rakyat dan aparatur tidak pernah tunduk kepada penguasa dzalim. Dalam hal ini Nabi SAW bersabda bahwa “Kekuasaan dapat kekal beserta kekufuran, tetapi tidak bisa kekal beserta kedzaliman “.
Penulis : M Jaddin Wajad
Editor : Mujianto.